Siang itu setiba di sekolah, seorang teman mengulurkan sebuah bingkisan berupa tas kain berwarna putih berisi sebuah Alquran kecil dan sebungkus rollcake.
"Dari pak Edi ..." katanya
"Masya Allah, 40 hari almarhumah ..." seruku tertahan.
Tiba-tiba saja aku menyesal tidak mengingat hari ini. Berarti hari ini, atau mungkin kemarin (?) ... ya tepatnya kemarin, adalah 40 hari sudah sahabat kami pulang menemui panggilanNya. Ibu guru cantik murah senyum yang selalu rendah hati, bu Diana Setiawati, itu pergi di pagi hari bulan Januari secara mendadak. Begitu tiba-tiba. Sungguh, aku tak ingin menyesalinya sebab kita memang tak pernah bisa benar-benar memiliki seseorang.
Sekarang aku teringat kembali hari-hari terakhir bersamanya. Aku kerap menyapanya dengan sebutan sayang : BuDi.Ya, BuDi. Sapaan kecil dari Bu Diana.
Senin itu, 7 Januari 2013, dengan bergegas ia menghampiriku di perpustakaan.
"BuNi ... (iapun memanggilku dengan sapaan kecil)," tegurnya riang. Kami saling berpelukan. Biasa. Itu yang kami lakukan setiap kali
bertemu. Terlebih hari itu adalah hari pertama masuk sekolah pada
semester genap, setelah 2 minggu masa libur.
"Assalamu'alaikum ... he ... telat. Kumaha damang? pinjem Al-Quran yang ada terjemahnya, dong."
Tidak ada obrolan lain. Sungguh, hari itu ia nampak terlihat bergegas. Usai menerima Al-Quran yang ia ingin, ia hanya berujar : "Sebentar, ya, BuNi, nanti dikembalikan."
Sudah. Siangnya kami tak sempat lagi bertemu. Alquran itu diterima oleh salah seorang rekan muda petugas pelayanan di perpustakaan.
Selasa, 8 Januari 2013 pukul 6 kurang sekian menit, hp-ku bergetar.Sebuah sms mengabarkan kecelakaan yang menimpa sahabatku itu. Sebuah truk menabraknya, dan akan segera dibawa ke rumah sakit.
Ya Allah ...
aku langsung gemetar. Hendak kemana BuDi sepagi ini? Apa yang terjadi? Bagaimana peristiwanya? Apakah ia sedang naik kendaraan? Bersama siapa? Suami dan anak-anakkah? Banyak sekali pertanyaan berkecamuk sementara kesibukan pagi menjelang anak-anak pergi sekolah terus berlanjut, hatiku tidak tenang. Suamiku langsung mengajak untuk segera ke rumah sakit saja, melihat kondisinya. Dan tentu saja kuiyakan.
Pagi itu aku diberondong sms serta telepon dari teman-teman. Ada yang bertanya mohon kejelasan, ada pula yang mengirim sms serupa dengan yang pertama. Kubalas sekedarnya sambil mengabarkan bahwa aku akan segera melihat kondisinya di rumah sakit. Kebetulan rumah sakit yang dimaksud dekat dengan rumahku. Pagi itu kami berputar-putar dalam ketidaktahuan. Keadaan itu makin membuatku gegas untuk segera menemuinya.
Lima belas menit kemudian, saat aku siap berangkat. Sebuah telepon tiba di hp suamiku dari rekan kerjanya yang sekaligus tetangga BuDi. Kabar yang sungguh menghantam ruang dengarku sekaligus menjebol pertahanan bendungan air mataku. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un ...
Ya Allaaah ...
Betapa waktu memang tak pernah sepenuhnya milik kami.
dalam tangis aku ambil air wudlu kemudian mengabari teman-teman dan menuju rumah BuDi.
Disanalah aku tahu kejelasannya. Almarhumah tengah menyapu dedaunan yang berserak di pinggir jalan depan rumahnya saat sebuah truk menabraknya tanpa ampun. Disana pula aku tahu bahwa aktivitas menyapu itu ia lakukan setiap subuh. Menjadikan area itu nyaman dijadikan tempat mangkal para tukang ojek. Sungguh, aktivitas sosial yang ia lakukan secara istiqomah, kelak akan menjadi saksi di akhirat dan ... subhanallah ... menjadi sebab kepergiannya menemui Penciptanya, Yang Maha Mengasihinya.
BuDi ...
kami ikhlas sungguh melepasmu pergi
Pagi itu aku diijinkan Allah untuk turut memulasara jenazahnya. Memandikan, mengafani, menyolatkan hingga mengantarnya dalam pelukan bumi. Bergelombang para pelayat tiba di rumah duka, mengisyaratkan betapa almarhumah adalah seorang yang baik dan shalihah. Bahkan seorang ibu yang sempat hadir di pemakaman berbisik : "Bu Diana, saya tidak mengenalmu, tetapi Allah menakdirkan saya ada disini, ini sebuah pertanda bahwa engkau adalah seorang yang baik. Semoga Allah menempatkanmu di tempat mulia di sisi Allah. Aaamiin ..."
Belakangan aku tahu, ibu itu adalah teman dari teman almarhumah.
Sekarang, saat aku mengenangnya dalam tulisan ini, aku ingat segala gerak-geriknya, senyum tulusnya, pelukannya, tawanya, hingga suaranya saat bercerita tentang si kembar dan si bungsu Ania. BuDi adalah seorang ibu dari tiga orang putri. Pertama, si kembar Azmia dan Azkia, tengah menghadapi ujian sekolah dan menuju Perguruan Tinggi, sama seperti anak sulungku. Hingga kami sering berbagi cerita dan informasi seputar pendidikan anak-anak. Sedang si kecil Ania kelas 6 SD dan akan menempuh ujian pula. Tiga buah hati itu kini menjadi harta sangat berharga bagi suami dan mamih (ibu tercinta) yang juga tegar melepas kepergiannya. Betapa tak pilu mengingat mereka yang ditinggalkan demikian sedih dan kehilangan.
Tetapi, sungguh, menjelang kepergiannya, BuDi telah meninggalkan kebaikan bagi suami dan anak-anak. Sebuah amanat agar anak-anak menegakkan sholat dan mengaji setiap waktu. Sebuah kebiasaan bersedekah dan berbagi kepada siapapun setiap saat, yang selama hidupnya tak pernah alpa ia jalankan. Dan ... selalu menebar salam dan senyum kepada sesiapa yang ditemuinya, yang dihadapinya. Ya, senyum tulusnya memang manis. Siapa sih yang tidak faham arti kata tulus, bahkan seorang bayipun tahu sebuah mutiara hati. Duhai, kenangan itu ...
Maka malam tadi, aku mengiriminya doa dengan Alquran yang dititipkan siang itu.
Juz 19 kubacakan. Doa pengampunan kulangitkan, semoga engkau bahagia di alam kubur, sebab doa anak shalihah itu, ketiga putri cantikmu, telah dengan setia menerangi kuburmu hingga saatnya nanti kita semua dibangkitkan kembali. Doaku semoga Allah kabulkan pula, bukti aku tak pernah melupakanmu, bukti betapa amalmu tak pernah meninggalkanmu. Lihat betapa murid-muridmupun dengan ikhlas terus mengingat dan mendoakanmu.
BuDi sayang, sahabatku ...
Allah telah menjanjikan surga bagi istri yang ikhlas mengabdi pada suami, dan suami rela ketika ia pergi
engkau memiliki itu
Allah telah janjikan surga bagi anak yang berkhidmat kepada ibunya, dan ibu rela ketika ia pergi
engkau memiliki itu
Allah telah janjikan tidur panjang yang tenang hingga tiba di hari kebangkitan bagi dia yang memiliki doa anak shalih, ilmu yang manfaat dan amal jariyah
engkau memiliki itu
Allah telah menjanjikan istana megah bagi orang yang senantiasa bersedekah
engkaupun telah memiliki itu
dan janji Allah tak pernah salah
Ia sungguh tak pernah ingkar
Lalu untuk apa kami bersedih, bukan?
sebab engkau telah tenang dan bahagia disana
maka dengan tenang
kusudahi saja tulisan ini
Selamat istirah, Sahabat ...