Jumat, 18 Juni 2010

Tidurlah, Nak ...

Tidurlah, Nak
langit telah terpejam
mengapa engkau masih terjaga?
usah engkau pedulikan geliat siang yang resah oleh berita tak pantas
bukankah pagi tadi engkau buka harimu dengan nama Tuhan?
hingga kala bintang datang
engkau dapat segera lena
seperti dulu engkau selalu terpejam
dalam senandung madah Rasul ...

Tidurlah, Nak
usah sedih dan menangis
melihat para dewasa nampak terlihat lebih kanak-kanak dibanding engkau
doakan saja
agar esok, hari-hari di negeri ini tak lagi mentah
dan membara

Mari kupeluk engkau, Nak
agar jiwa segarmu memberi hangat ibu
agar asa hati ibu memberi hangat engkau
kita saling menguatkan, Nak
sebab seperti itulah Tuhan menciptakan kita
untuk saling melengkapi
engkau melesat dariku
ibu menanami jiwamu

Menatap matamu, Nak
ibu melihat masa depan bangsa ini
Engkau, bersama anak-anak lain di negeri ini
kuharap
tak akan pernah lagi menjadi kanak-kanak seperti yang dipertontonkan para dewasa saat ini
sebab engkau, bersama anak-anak lain di negeri ini
akan tumbuh dan besar dalam keranjang keluhuran akhlak
tumbuh dan besar dalam buaian ibu yang paham
bahwa engkau patut dijaga dan dihargai
bahwa engkau demikian berharga
bahkan untuk sekedar mendengar kata lumpurpun engkau tak pantas
sebab engkau mutiara
yang hanya pantas melihat dan mendengar kata-kata sekelas batu mulia

Ajaklah serta teman sebayamu
untuk bersama memindai cinta dan kebersamaan
usah risau akan perbedaan
bukankah dengan demikian kalian menjadi kaya?
engkau dan anak-anak lain, teman-temanmu itu
pasti akan melahirkan harmoni indah negeri ini
saat engkau tabuh genderang rencana, yang lain menghentak kaki mengikuti irama
menghimpun orkestrasi membahana
nyanyian bangsa merdeka, berdaulat, mandiri dan berharga diri
dan itu hanya akan tercipta
saat kalian berbeda
lihatlah harmoni dapat tercipta karena perbedaan, bukan?


doaku, ibumu
doa kami, semua ibu di negeri ini
tertiup di setiap helaan nafasmu
dan nafas anak-anak negeri ini

Jangan berfikir untuk sendiri, Nak
berfikirlah untuk semua
untuk negeri ini
untuk Indonesia

Tidurlah, Nak
rembulan telah naik
istirahatlah sejenak dengan nama Tuhan
esok kejarlah mataharimu
seperti yang telah Tuhan takdirkan
bagimu dan anak-anak lain di negeri ini
engkau akan berdiri di garda depan
memegang panji Indonesia
dalam keluhuran jiwa

Kelak
negeri ini di genggamanmu

Tidurlah, Nak
dan mari tundukkan hati
berdoa
"Ya Allah, dengan menyebut namaMu aku hidup
dan
aku mati"

Rabu, 16 Juni 2010

Memahami Kesalahpahaman



Ada ketidaknyamanan yang kita rasakan saat terjadi salah paham, terutama dengan suami. Salah paham bisa terjadi oleh sebab yang terkadang sangat sepele, raut wajah yang tak menyenangkan misalnya. Ya, hanya oleh sebab ekspresi jutek, yang astaghfirullah kerapkali tak bisa disembunyikan karena berbagai sebab, tiba-tiba saja pertengkaran dimulai. Padahal ketika dirunut lagi kronologis kejadiannya, kok ya menggelikan. Meminjam istilah Gus Dur : gitu aja kok repot! Tapi memang begitulah yang sering terjadi dalam rumah tangga.




Namanya juga salah paham, berarti ada kesalahan dalam memahami suami atau istri. Bukannya kesalahan yang betul-betul dilakukan untuk menyakiti. Bukankah itu letak perbedaan antara kesalahpahaman dengan kesalahan.


Setelah ungkapan ketidakenakan keluar dari lisan keduanya atau malah hanya muncul dari satu pihak karena yang lain lebih memilih untuk diam, biasanya saat itulah muncul “slide” sebab-musabab mengapa ini bisa terjadi. Reaksi yang kemudian terjadi bisa berbeda, menangis, geram, pergi, menyesal, atau malah menertawakan diri sendiri. Apapun reaksi yang timbul merupakan buah dari perasaan dan kata-kata yang meluncur sebagai wakil hati kita saat itu. Ibarat awan mendung yang menurunkan hujan. Seberapa besar dampak yang diakibatkannya tergantung deras tidaknya air yang turun.



Maka Rasulullah saw membimbing kita untuk menetralkan hati saat emosi melalui sikap. Bila kemarahan itu timbul saat berdiri, maka duduklah. Bila sedang duduk maka berbaringlah. Dan lekaslah membasuh diri dengan air wudlu karena air akan mendinginkan api yang tengah bergejolak di dalam hati. Tentu saja tuntunan beliau yang indah itu harus disertai oleh upaya aktif dari diri kita sendiri untuk meredam emosi agar kesalahpahaman tak berlanjut pada pertengkaran yang tak perlu.



Ada istilah “rep-pok” yang diajarkan orangtua dahulu (khususnya di kalangan orang sunda) dalam menyikapi kesalahpahaman dalam rumah tangga. Artinya bila salah satunya “pok” alias berbicara, yang lain jangan ikut bicara atau “rep” diam, agar tidak terjadi cekcok. Ajaran orangtua kita itu sejalan dengan tuntunan Islam dalam berperilaku santun ketika bicara. Bisa dimengerti apabila lisan seringkali tak dapat dijaga saat emosi tengah naik. Tapi dengan banyak berlatih menahan diri dan beristighfar, Insya Allah, Allah akan memudahkan setiap upaya perbaikan diri.



Tapi, sesekali kesalahpahaman perlu “dipertengkarkan” agar tumbuh pemahaman baru di benak suami istri mengenai keinginan dan tuntutan pasangan. Kesalahpahaman dapat dijadikan sarana untuk mengupdate perilaku atau malah sebagai sarana “penemuan baru” karakter dan sifat pasangan bahwa ternyata suami kita itu begini dan tidak menyukai yang begitu. Sebab seberapa lamapun kita menikah, pasangan adalah pribadi yang sesungguhnya tak kita kenal dengan tepat meskipun kita kenali dengan baik. Perjalanan rumah tangga adalah proses belajar seumur hidup. Di sana terdapat semacam “ritual ibadah” dalam bentuk lain.



Ketika kesalahpahaman diletakkan pada tempat yang tepat, dikelola dengan benar, dilihat sebagai sesuatu yang dapat berdampak baik, maka Insya Allah kita dapat lebih memahami pasangan kita serta memahami salah paham itu sendiri. Kesalahpahaman serupa tak perlu lagi terjadi dimasa mendatang dan tumbuh kesepahaman baru diantara pasangan.



Kesalahpahaman dapat dijadikan sebagai momentum pembaharuan. Bukankah sejatinya kehidupan berumah tangga itu adalah gerakan pembaharuan yang tak pernah berhenti ? Ia terus-menerus tumbuh seiring perubahan dan perkembangan masing-masing pribadi yang hidup didalamnya. Dan saya yakin di setiap detiknya Allah menyimpan hikmah agar kita bisa menemukannya dan kemudian menikmatinya.


Gambar : images.plurk.com

Senin, 14 Juni 2010

Kalam Hikmah

Takut
bahwa jangan-jangan dirinya akan
mengalami su'ul khotimah
memiliki makna
yang sangat besar
dalam rangka meningkatkan
amal ibadah

Pernahkah berfikir tentang bagaimana akhir hidup kita? Apakah dalam keadaan ingat Tuhan ataukah sebaliknya? Kekhawatiran akan sebuah akhir, dalam porsi yang seimbang, sejatinya akan memberi efek positif bagi perbaikan diri serta peningkatan kualitas jiwa.

Minggu, 13 Juni 2010

Prasangka Baik adalah Air Jernih


Setiap hari adalah rangkaian persentuhan. Persentuhan dengan sesuatu di luar diri kita. Sentuhan dengan orang lain, dikenal atau tidak, dengan binatang, tumbuhan, angin, hujan, panas, matahari, bulan bintang dan semesta. Persentuhan dengan sesuatu yang tak nampak namun yakin ada. Persentuhan dengan diri sendiri. Persentuhan yang mengabarkan bahwa kita ada dan bermakna.

Sayang ...
kerapkali persentuhan itu menimbulkan sesuatu yang tak sesuai keinginan. Barangkali memang demikianlah hidup diciptakan. Ada rima yang naik, datar, menurun bahkan tersungkur jatuh, lalu terbang mengangkasa. Dibutuhkan kesiapan dan kekuatan untuk tidak sekedar survive melainkan pula nyaman dan bahagia.

Pernahkah engkau berada di titik persangkaan (buruk) tentang sesuatu? Cemas, jangan-jangan begini atau begitu. Khawatir tak berkesudahan. Sedih oleh sebab yang tak pasti?
Sungguh sebuah kesia-siaan.
Meski sadar itu sebuah kesia-siaan, mengapa rasa itu tetap ada di hati?

Lalu bisikan angin menyentuh alam bawah sadar. Kuyakin, sejatinya bukan angin yang menyentuh, melainkan Kemahalembutan Tuhan. Membisikkan : Bila engkau hanya bisa berprasangka atas apa yang masih menjadi sesuatu yang samar-samar, bisakah engkau memastikan kebenarannya? lalu haruskah engkau menangis, marah atau rasa apapun sesudahnya saat engkau lena dalam prasangka itu? Padahal itu belum tentu benar.

Sedang prasangka bukanlah fakta. Dan sebagian dari prasangka adalah dosa! Sebab didalamnya terselip suudzon (buruk sangka).

Persentuhan dengan orang lain kerap menimbulkan prasangka. Disadari atau tidak, itulah tipuan hati. Ujung-ujungnya kita tak bahagia. Sungguh sebuah kesia-siaan.
Prasangka demikian menguras energi dengan semena-mena.

Bila demikian adanya, baik kita budayakan saja husnudzon alias berbaik sangka. Mensugesti diri dengan kebaikan akan melejitkan jiwa positif, menguatkan hati dan menebar benih damai.
Maka persentuhan, dengan apapun dengan siapapun, selalu akan melahirkan kejernihan.

Jumat, 11 Juni 2010

Sebaran Award Negeri Jiran.

Niat posting, tapi nulis apa?
Alhamdulillah, Kang eNeS kirim pesan di comment box, bahwa beliau dikirim award dari blogger Malaysia untuk disebarkan. Maka, bingkisan ini adalah award tercepat yang kupajang.

Silaturahim, yang dulu demikian sulit bila terpisah jarak dan waktu, kini di dunia yang kian menyatu ini semua dimungkinkan untuk terjadi. Award yang kuterima ini adalah Award sebaran yang diterima Kang eNes dari sobat blogger Malaysia, sebagai tanda kekerabatan dan pertemanan. Meski tak bersua secara nyata, toh kemesraan tak dikuasai alam nyata, ia juga bisa menyebar via alam virtual.

Sebagaimana semua mafhum, selalu ada dua sisi mata uang, selalu ada dua efek dari kemajuan, positi dan negatif. Semua tergantung dari si pengguna. Mari jadikan silaturahim dunia virtual ini sebagai sarana pemberi manfaat dan perekat damai bagi semua, bukan sebaliknya. Usah terpengaruh oleh hasutan media yang menyesatkan.

Masa kini, seringkali slit membedakan yang benar dan yang salah. Rasakan semua dengan hati, sebab hati tak pernah dusta.

Untuk sahabat, award ini kukirimkan. Mohon disebarkan sebagai salam damai.

Silakan diambil untuk :

1. Ayoe Ritma
2. mbak Fanny
3. mas Sigit
4. Secangkir teh dan sekerat roti
5. mbak Desfirawita

Semoga berkenan.

Rabu, 09 Juni 2010

Intermezzo

dia bengong
aku melongo
kenapa dia jadi bego??

kutanya, dia bilang nelongso
Ooo
ada gadis yang ngasih combro
so?
bukan itu yang dia mao

Hoh!?
kadang cinta membuat orang jadi bego
rujak cuka dibilang bakso
serasa naik heli padahal naik bemo

Oooooi
aku mau kalian taooo
tak akan aku jatuh cintrong
biar jauh dari penyakit bego

ho ... ho ... ho ...

bletok!
wadowww!!!


Untuk mbak Fanny, mbak Fanda-Vixxio dan kontesnya. Karena saya gak biasa bikin puisi kocak, ya begini ini hasilnya.
Sekedar memeriahkan, mbak. Buat nambah-nambah peserta (bikin kerutan di muka juri, baca puisi kocak yang 'aneh' hehe ...)
Novel yang dipilih : Tongkat ajaib Lolita : My dearest frog prince.

Trims ...

Senin, 07 Juni 2010

CINTA SEPENUH BUMI ITU KUPANGGIL MAMA


Menyebut Mama adalah menyebut kembang yang aku tak pernah menanam, namun tiba-tiba tumbuh dalam diam, berkembang dalam diri, diam-diam, tak kenal layu, tanpa kutahu dari mana awalnya.


Menyebut Mama adalah menyebut sekian jejak jalanan, yang membentang bukan saja dari buaian, melainkan jauh sebelum itu, dari detak jantung rahim kehidupan.

Menyebut Mama adalah menyebut sekian rasa tak tertahankan, oleh ke’rumasa’an yang tak terkendali oleh nalar. Memaksa selaksa rinai meleleh di sudut hati.


Seperti hari ini.

Seribu satu rasa melesak dalam dada. Entah bagaimana akan keluar, sebagai kalimat penghormatan bagi pengkhidmatannya yang tulus tak terbayarkan. Pilihan kalimat terindah tak pernah cukup pantas bagi kecintaan luhurnya pada anak rahim yang menjadikannya seorang ibu. Ibu bagi anak-anak. Ibu bagi kehidupan. Ibu bagi peradaban.


Mama …

Aku ingat saat dengan tekun kau genggam jemariku

Menuntun kemanapun langkah kuayun saat berlatih meniti jalan

Aku ingat saat dengan cemas kau tunggu kepulanganku dari pergi main yang lupa waktu

Dalam kekhawatiran, tak seucap kata pedas pun yang kau lontarkan, selain peluk hangat pelepas cemas yang membuncah.


Aku ingat saat dengan sabar engkau menjejeri langkah remajaku, yang terkadang sulit kau mengerti tapi coba kau pahami. Meski aku bukan termasuk remaja yang sulit diatur, masa-masa itu tetaplah sebuah masa sulit bagi sebuah hubungan saling memahami. Tak pernah ada friksi diantara kita karena engkau demikian arif menyikapi masa 'sulit'ku.


Aku sedih mengingat betapa engkau demikian kasih memperlakukan aku. Sedih karena hingga detik ini aku tak pernah bisa memberi berlembar-lembar cinta seperti cinta yang telah engkau selimutkan dalam jiwaku.Hingga kini tak pernah mampu kusebut engkau melebihi sebutan cintamu kepadaku. Dan disinilah aku dapat memahami kenapa Rasulullah mulia demikian memuliakanmu.


Aku ingat saat engkau mengajariku mengeja aksara dalam berlembar surat yang kukirim untuk ayah yang tinggal jauh dengan kami. Dibimbingnya aku menulis dengan tinta kearifan dan kasih, bukan dengan selaksa benci. Agar aku memahami bahwa hidup bukan tentang pendakwaan melainkan rangkaian perjalanan mengais nilai. Maka tempat yang berjauhan tak pernah membuatku kekurangan cinta dan sosok ayah. Bahkan, dengan takdir-Nya, aku bahkan merasakan banyak dilimpahi kasih, dari segala penjuru, kakek, nenek, paman, bibi, dan double cinta ibu.


Saat beranjak dewasa, aku tahu di sudut hatimu yang lain, engkau menyimpan luka yang dalam. Tapi tak sekalipun engkau pernah berucap kasar atau berperilaku keras, yang mengabarkan kedalaman luka itu. Tidak pernah. Saat kutanya mengapa, dengan halus engkau katakan : biarlah perih itu hanya milik mama, agar mama bisa dengan lapang memohon pinta pada Tuhan agar anak-anak mama tak pernah merasakan luka serupa.


Duh, Mama ...

Doa tak kunjung putus yang membuka pintu-pintu langit itulah rupanya, yang telah membuat hidup kami semua (anak-anak mama) berada dalam kelapangan dan ketentraman.

Lalu harus bagaimana lagi kami mengimbangi cinta sepenuh bumi yang telah engkau beri untuk kami? Tak kan pernah sanggup kami mencintaimu melebihi cintamu pada kami.

Hanya doa, di setiap helaan nafas kami agar kiranya Allah Yang Mahacinta mencintaimu kini dan kelak. Mohon kiranya Allah Yang Mahahalus dan Mahakaya senantiasa menganugerahi hidup sehat sejahtera, dan kelak menganugerahkan Istana indah di surga.


Amiiin ...



Tulisan ini saya ikutsertakan dalam kontes "Berbagi Kisah Sejati" yang diadakan oleh Anazkia
dengan sponsor Denaihati
Sekedar berpartisipasi, semoga berkenan.


Kamis, 03 Juni 2010

MUHAMMAD saw : Lelaki Penggenggam Hujan

Himada ...himada ... Diakah himada? Astvat-ereta?
Lelaki yang kelahirannya telah lama diramalkan dalam
gulungan-gulungan perkamen kuno?
Sosok Maitreya yang memiliki tubuh semurni emas, terang benderang, dan suci
?


Barisan kalimat-kalimat itu memaku pembaca di sampul buku. Judulnya :

sebuah novel biografi
MUHAMMAD saw
Lelaki Penggenggam Hujan



Novel ini diawali dengan sebuah pengantar yang tak lazim. Pengantar itu menginformasikan keadaan di 6 tempat yang saling berjauhan, yang sama-sama menantikan lahirnya "manusia yang dijanjikan" dengan nama yang sesuai dengan keyakinannya. Pinggir kota Isfahan, Persia, menantikan Astvat-ereta. Danau Zhaling, kaki Gunung Anyemaqe, Tibet, menantikan sosok yang disebut Maitreya. Tengah gurun, sebelah barat Laut Merah, Mesir, meyakini bahwa dunia akan dikuasai para penindas hingga bangkit Sang Manusia Mulia yang mereka sebut Mamah Rishi. Lembah Narmada, India, menantikan hadirnya Malechha yang akan mengagungkan nama Tuhan. Pelabuhan Barus, Nusantara, membicarakan lahirnya lelaki yang akan mampu membelah bulan. Sedang di Bukit Tsur, Makkah, seorang perempuan tengah berada dalam puncak kekhawatiran membayangkan ayahnya yang menemani Lelaki Mulia itu (yang tengah menjadi pembicaraan di 5 negeri yang jauh) bersembunyi di Gua Tsur menjelang hijrahnya ke Yatsrib, bersembunyi dari kejaran para penunggang kuda yang ingin membunuhnya!

Itu baru kata pengantar.

Cerita dimulai dari Biara Bashrah di Suriah tahun 582 M. Suatu siang di musim panas, Pendeta Bahira sang penunggu biara, ditakdirkan Tuhan untuk bertemu dengan lelaki pemimpin kafilah dagang dari Makkah. Ia, Pendeta Bahira, yang sedari awal memang yakin hari itu bukan hari biasa, melihat tanda-tanda kenabian dalam diri seorang lelaki kecil yang datang bersama kafilah dagang Makkah. Tanda-tanda yang secara fisik maupun non fisik itu ia ketahui dari kitab suci. Guncangan jiwa yang hebat terjadi setelahnya. Bagaimana ia menyadari satu hal, bahwa ia akan melihat dan mengalami saat-saat yang telah dijanjikan Tuhan melalui kitab suci yang ia yakini, saat datangnya seorang Nabi penutup, nabi bagi semua agama, nabi bagi seluruh dunia : Himada akan datang! Yang terpuji telah datang!

Setelah masa emosional itu berlalu, ia menulis surat kepada sahabatnya di Semenanjung Arab, tempat yang sama darimana sang kafilah dagang berasal, Makkah, yang bernama Waraqah bin Naufal. Surat itu mengabarkan penemuannya. Ia juga berpesan agar Waraqah menjaga rahasia ini. Sebab Nabi ini, seperti para nabi Tuhan sebelumnya, akan dimusuhi oleh orang-orangnya sendiri. Oleh karenanya, sebelum waktunya tiba, ia harus terjaga.

Pada saat yang bersamaan, di Persia, seorang pemuda bernama Kashva yang dipercaya oleh Raja Khosrou mengelola Kuil Sistan, menghadap Rajanya untuk mengabarkan tentang telah tibanya seseorang pembawa terang. "Dia telah datang, Baginda. Astvat-ereta sudah hadir di dunia. Nabi baru itu dan para pengikutnya akan menaklukkan Persia, Madyan, Tus, Bakh, tempat-tempat suci kaum Zardusht dan wilayah sekelilingnya. Nabi perkasa ini adalah seorang manusia yang jernih bertutur, bercerita kisah-kisah penuh mukjizat."

Raja Khosrou, penguasa Persia yang agung, beku di tempatnya berdiri. Semua tahu, alamat buruk. Kashva sadar ia tengah menggadaikan nyawanya. Raja tak segan memenggal kepalanya, kepala pemuda yang selama ini menjadi kesayangan sang Raja.
Ada yang mengkristal di benak Kashva seketika. Aku harus meninggalkan Persia! (hal. 30)

Maka Kashva memulai pelariannya. Mengabdikan hidup demi menemukan lelaki itu. Lelaki yang ia yakini sebagai Lelaki Penggenggam Hujan, lelaki penggenggam wahyu dari langit : Muhammad. Al-Amin yang kelahirannya akan membawa rahmat bagi semesta alam, pembela kaum papa, penguasa yang adil kepada rakyatnya. Perjalanan Kashva diwarnai dengan peperangan, penelusuran kitab-kitab kuno berbagai agama, pengalaman spiritual dari segala pelosok Persia, India, Tibet dan Arab. Benturan kepentingan pribadi dan diskusi-diskusi dalam upaya menerjemahkan makna teori setiap kitab membuat jiwanya semakin kuat ingin menemui Sang Lelaki.

Saat ia bergulat dengan pertarungannya sendiri, Lelaki yang didambakannya semakin nyata kebenaran risalahnya. Tutur kata yang tak pernah keras, perilaku yang senantiasa terjaga kesantunannya, pendustaan demi pendustaan dijawab dengan kejernihan hati. Peperangan dan penghinaan semakin menguatkan barisan pengikutnya. Ini adalah kisah seorang pemimpin paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Bagaimana Lelaki yang Tak Pernah Mendendam ini mengajak manusia kepada kebenaran. Di tanah kelahirannya, Makkah, ia terusir. Di Thaif ia didustakan, diusir dan dihinakan. Di Yatsrib ia dikepung. Di Hudaibiyah ia terhalang. Tapi ia tetap sabar.

Muhammad, Lelaki yang Senantiasa Menyebarkan Kedamaian ini, menulis surat kepada pemimpin-pemimpin dunia, menyampaikan kabar gembira yang Ia bawa. Menawarkan cara hidup baru yang sebelumnya tidak mereka tahu. Membagi keimanan yang sebelumnya telah dirasakan begitu menguatkan. Sebuah konsep hidup yang mengubah total kehidupan penuh kebodohan menuju tata keseharian yang bermartabat. Sesuatu yang telah dirasakan olehnya dan oleh ribuan pengikutnya. Surat itu diberangkatkan kepada Raja An-Najasyi di Abyssinia, Alexandria-Mesir, Romawi, serta Raja Khosrou di Persia.

Maka pencarian Kashva semakin sarat konflik. Hasrat dalam diri Kashva sudah tak terbendung lagi. Keinginannya untuk bertemu dengan Muhammad demikian besar hingga tak ada sesuatupun yang membuatnya jerih. Bahkan maut yang mengintai di ujung pedang tentara Khosrou tak juga menyrutkan kerinduannya bertemu Muhammad.

Bagaimanakah akhir kisah ini?
Ini adalah cerita tentang permulaan sebuah ajaran yang paling disalahpahami di muka bumi. Ini adalah sebuah titian perjalanan setiap manusia spiritual berbagai agama untuk menemukan Dia yang Dijanjikan.

****

Baru kali ini saya membaca sejarah Muhammad saw yang ditulis dengan gaya seperti ini. Novel. Awalnya saya ragu. Ragu antara memisahkan kisah sejarah dengan kisah fiktif yang pasti mewarnai dengan kental kisah ini. Nyatanya, Tasaro GK, demikian jeli membagi plot dan merunut kisah ini dengan akurasi yang, menurut Ahmad Rafi' Usmani-penulis buku-buku tentang Muhammad, sangat memikat.

Membaca novel ini, saya merasa ikut terlibat secara personal didalamnya. Saat Rasulullah saw menuju Thaif, perjalanan yang demikian berat secara fisik dan mental, saya tak mampu menyimpan sedan. Ada yang menarik saya demikian kuat untuk merasakan secara nyata kepedihan Sang Nabi, meski ia sendiri masih dapat tersenyum dan bersabar.

Tak berlebihan bila Tasaro GK, sang penulis, menulis akhir penelusuran jejak Muhammad saw dengan menghiba :
Ya, Rasul .... lumpuh aku karena rindu ...


====

Judul buku : sebuah novel biografi MUHAMMAD saw : LELAKI PENGGENGGAM HUJAN
Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Bentang - Yogyakarta
Tebal : 546 hlm
Harga : Rp. 79.000,-